Sabtu, 05 Maret 2016

Profil dan Biodata Lengkap Syekh Yusuf

Profil dan Biodata Lengkap Syekh YusufPara pembaca portal biodatapedia.com yang pada sibuk cari biodata pahlawan, hehe kali ini admin akan memberikan sebuah artikel tentang biodata beberapa tokoh entertainment tokoh sejarah dan tokoh-tokoh terkenal lainnya yang menghiasi layar televisi anda. Dalam artikel ini khusus membahas tentang biodata Pahlawan Syekh Yusuf  beserta profil lengkapnya.

Pahlawan Nasional Syekh Yusuf

Biodata Pahlawan Syekh Yusuf akan kami sajikan lengkap beserta agama, karir, pendidikan beserta hobi dan foto lengkap dari sang pahlawan nasional ini. Sumber dari artikel ini berasal dari sumber-sumber terpercaya misalnya dari Wikipedia dan portal atau website entertainment lainnya.

Syekh Yusuf Abul Mahasin Tajul Khalwati Al-Makasari Al-Bantani (lahir di Gowa, Sulawesi Selatan, 3 Juli 1626 – meninggal di Cape Town, Afrika Selatan, 23 Mei 1699 pada umur 72 tahun) adalah salah seorang pahlawan nasional Indonesia serta pahlawan nasional Afrika Selatan. Syekh Yusuf belajar agama sejak belia dari guru Kerajaan Gowa. Setelah dewasa, beliau menikah dengan putri Sultan Gowa. Pada usia 18 tahun, beliau melakukan perjalanan untuk berhaji. Sebelum ke Mekah, Syekh Yusuf mampir ke Banten dan bersahabat dengan Sultan Ageng Tirtayasa. Beliau tinggal di Banten selama lima tahun, lalu singgah juga di Aceh untuk memperdalam ilmu agama.

Baca Juga:

Pada zamannya (abad ke 17), Syekh Yusuf dikenal hingga empat negeri, yakni: Makkah, Banten, Sulawesi Selatan, Ceylon dan Afrika Selatan. Beliaulah peletak dasar kehadiran komunitas Muslim di Afrika Selatan dan Ceylon bahkan dianggap bapak bangsa rakyat Afrika Selatan, karena perjuangannya mewujudkan persatuan dan kesatuan untuk menentang penindasan dan perbedaan warna kulit.

Bayangkan, sejak usia 18 tahun (abad ke 17) Syekh Yusuf telah mengembara selama 20 tahun untuk mencari ilmu dari Makassar ke Banten, Aceh, Yaman, Makkah, Madinah dan Damaskus, mendalami tasawuf dan mengajar di Masjidil Haram pada usia 38 tahun. Begitu besar motivasi belajar anak muda ini.

Selama pengembaraannya mencari ilmu, Syekh Yusuf mengantongi ijazah dari beberapa tarekat, seperti tarekat Naqsabandiyah, Syattariyah, Ba’alawiyah, dan Qadariyah. Namun dalam pengajarannya, beliau tidak pernah menyinggung pertentangan antara Hamzah Fansuri yang mengembangkan ajaran wujudiyah dengan Syekh Nuruddin ar-Raniri pada abad itu.

Menurut peneliti asal Belanda, B.F Matthes, Islam sudah hadir sebelum Syekh Yusuf terlahir. Masuknya Islam di Sulawesi Selatan dibawa oleh Datok ri Bandang (juga disebut Katte toenggalak), yang berasal dari kota tengah Minangkabau. Tidak lama sesudah Islam diterima di Sulawesi Selatan, lahirlah seorang bernama Sehe Yusoepoe atau Sjaich Josef Toeang Salama. Beliau dikenal sebagai wali dibawah pemerintahan Raja Gowa ke-19, Abdul Djalil Tuemenanga  ri Lakiung.


Setelah hampir 20 tahun menuntut ilmu, ia pulang ke kampung halamannya, Gowa. Tapi ia sangat kecewa karena saat itu Gowa baru kalah perang melawan Belanda. Di bawah Belanda, maksiat merajalela. Setelah berhasil meyakinkan Sultan untuk meluruskan pelaksanaan syariat Islam di Makassar, ia kembali merantau. Tahun 1672 ia berangkat ke Banten. Saat itu Pangeran Surya sudah naik tahta dengan gelar Sultan Ageng Tirtayasa. Di Banten ia dipercaya sebagai mufti kerajaan dan guru bidang agama. Bahkan ia kemudian dinikahkan dengan anak Sultan, Siti Syarifah. Syekh Yusuf menjadikan Banten sebagai salah satu pusat pendidikan agama. Murid-muridnya datang dari berbagai daerah, termasuk di antaranya 400 orang asal Makassar di bawah pimpinan Ali Karaeng Bisai. Di Banten pula Syekh Yusuf menulis sejumlah karya demi mengenalkan ajaran tasawuf kepada umat Islam Nusantara. Seperti banyak daerah lainnya saat itu, Banten juga tengah gigih melawan Belanda. Permusuhan meruncing, sampai akhirnya meletus perlawanan bersenjata antara Sutan Ageng di satu pihak dan Sultan Haji beserta Kompeni di pihak lain. Syekh Yusuf berada di pihak Sultan Ageng dengan memimpin sebuah pasukan Makassar.Namun karena kekuatan yang tak sebanding, tahun 1682 Banten menyerah. Maka mualilah babak baru kehidupan Syekh Yusuf; hidup dalam pembuangan. Ia mula-mula ditahan di Cirebon dan Batavia (Jakarta), tapi karena pengaruhnya masih membahayakan pemerintah Kolonial, ia dan keluarga diasingkan ke Srilanka, bulan September 1684. Bukannya patah semangat, di negara yang asing baginya ini ia memulai perjuangan baru, menyebarkan agama Islam. Dalam waktu singkat murid-muridnya mencapai jumlah ratusan, kebanyakan berasal dari India Selatan. Ia juga bertemu dan berkumpul dengan para ulama dari berbagai negara Islam. Salah satunya adalah Syekh Ibrahim Ibn Mi’an, ulama besar yang dihormati dari India. Ia pula yang meminta Syekh Yusuf untuk menulis sebuah buku tentang tasawuf, berjudul Kayfiyyat Al-Tasawwuf. Ia juga bisa leluasa bertemu dengan sanak keluarga dan murid-muridnya di negeri ini. Kabar dari dan untuk keluarganya ini disampaikan melalui jamaah haji yang dalam perjalan pulang atau pergi ke Tanah Suci selalu singgah ke Srilanka. Ajaran-ajarannya juga disampaikan kepada murid-muridnya melalui jalur ini. Hal itu merisaukan Belanda. Mereka menganggap Syekh Yusuf tetap merupakan ancaman, sebab dia bisa dengan mudah mempengaruhi pengikutnya untuk tetap memberontak kepada Belanda. Lalu dibuatlah skenario baru; lokasi pembuangannya diperjauh, ke Afrika Selatan.

Bulan Juli 1693 adalah kali pertama bagi Syekh Yusuf dan 49 pengikutnya menginjakkan kaki di Afrika selatan. Mereka sampai di Tanjung Harapan dengan kapal De Voetboog dan ditempatkan di daerah Zandvliet dekat pantai (tempat ini kemudian disebut Madagaskar). Di negeri baru ini, ia kembali menekuni jalan dakwah. Saat itu, Islam di Afrika Selatan tengah berkembang. Salah satu pelopor penyebaran Islam di Imam Abdullah ibn Kadi Abdus Salaam atau lebih dikenal dengan julukan Tuan Guru (mister teacher). Tuan Guru lahir di Tidore. Tahun 1780, ia dibuang ke Afrika Selatan karena aktivitasnya menentang penjajah Belanda. Selama 13 tahun ia mendekam sebagai tahanan di Pulau Robben, sebelum akhirnya dipindah ke Cape Town. Kendati hidup sebagai tahanan, aktivitas dakwah pimpinan perlawanan rakyat di Indonesia Timur ini tak pernah surut. Jalan yang sama ditempuh Syekh Yusuf. Dalam waktu singkat ia telah mengumpulkan banyak pengikut. Selama enam tahun di Afrika Selatan, tak banyak yang diketahui tentang dirinya, sebab dia tidak bisa lagi bertemu dengan jamaah haji dari Nusantara. Usianya pun saat itu telah lanjut, 67 tahun. Ia tinggal di Tanjung Harapan sampai wafat tanggal 23 Mei 1699 dalam usia 73 tahun. Makamnya sampai sekarang dapat ditemui di empat tempat yaitu Gowa, Sulawesi Selatan, Banten, Srilangka, dan Cape Town, Kampung Macassar Afrika Selatan.

Demikianlah biodata dari pahlawan Syekh Yusuf, semoga artikel ini dapat bermanfaat dan menjadi referensi kita untuk mengenal pahlawan-pahlwan tanah air.



1 komentar

 

Ad Placement